Sejumlah kalangan akademisi menilai rencana penaikan tarif cukai hasil tembakau alias cukai rokok di kisaran 17 persen akan berimbas pada anjloknya serapan tembakau sebesar 30 persen dan tenaga kerja, seiring efisiensi ketat oleh industri menyusul melemahnya daya beli masyarakat. Akademisi Universitas Jember, Fendi Setyawan menegaskan apabila kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) di kisaran 10 persen 17 persen, diperkirakan akan berimbas mengurangi serapan tembakau petani hingga 30 persen. “Dari simulasi yang kami lakukan bersama Tim Koordinasi Program Revitalisasi Pertembakauan Jawa Timur, sudah pasti kenaikan cukai pasti berpengaruh terhadap serapan tembakau. Kontraksi yang muncul (berdasarkan asumsi), akan mempengaruhi existing serapan bahan baku hingga 30 persen bila kenaikan CHT di kisaran 10 persen 17 persen,” ujar Fendi dalam keterangannya, Senin (9/11).
Apabila total serapan tembakau nasional pada tahun lalu sebesar 167.000 ton dan proyeksi penurunan serapan hingga 30 persen imbas kenaikan tarif CHT, maka dapat diasumsikan lebih dari 50.000 ton tembakau petani tidak terserap. Dari asumsi tersebut, selanjutnya dapat dihitung berapa jumlah batang yang akan diproduksi pabrikan. Sekalipun pabrikan telah melakukan stok bahan baku, kontraksi CHT tentu akan membuat pelaku IHT lebih berhati hati. “Seperti kita ketahui, tata niaga IHT ini unik. Pabrikan beli tembakau dari petani, bisa disimpan untuk dipakai 2 3 tahun mendatang. Meski demikian, saya yakin industri pasti berhitung cermat terkait bahan baku sebagai imbas dari CHT,” jelas pengamat tata niaga pertembakauan dari Universitas Jember ini.
Hal senada disampaikan oleh Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi. Dia mengungkapkan ketika daya beli konsumen terhadap produk hasil tembakau menurun, secara linear industri akan melakukan perhitungan produksi dan ongkos operasional. Langkah efisiensi yang diambil industri berujung pada pengurangan faktor input dan tenaga kerja. “Faktor input adalah bahan baku. Misalnya, pabrikan cengkeh, maka efisiensi dan efektivitas yang akan dilakukan pabrikan adalah pengurangan tembakau dan cengkeh. Dari sisi faktor tenaga kerja, sejalan dengan dampak kenaikan CHT, pabrikan akan memilih langkah mengurangi jumlah karyawan. Pada akhirnya berdampak pada meningkatnya angka pengangguran,” kata Gandhi. Pengurangan faktor input sebagai antisipasi dari kenaikan CHT, menurut Gandhi, akan membuat para petani tembakau dan cengkeh semakin terpukul. Industri akan mengurangi jumlah serapan bahan baku. Di sisi lain, dalam tata niaga pertembakauan, diversifikasi produk tembakau yang ada saat ini masih belum beragam. Pada akhirnya, petani hanya mengandalkan penjualan daun tembakau kepada industri.
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: